Beranda | Artikel
Hukum Mengubur Janin di Pekarangan Rumah
Jumat, 31 Januari 2020

Mengubur Janin di Pekarangan Rumah

Bolehkah mengubur janin di pekarangan dekat rumah, bukan di pekuburan muslim?

Jawaban:

Bismillaah, wa-l hamdu lillaah, wa-sh shalaatu wa-s salaamu alaa man laa nabiyya ba’dah, ammaa ba’du…

Janin yang gugur memiliki 2 kemungkinan.

Kemungkinan pertama, ia gugur pada usia di bawah 4 bulan. Maka janin yang seperti ini tidaklah disamakan dengan hukum mayat seorang muslim, yakni ia tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak disalatkan, dan dapat dikuburkan di mana saja. Hal tersebut dikarenakan ruh belum ditiupkan padanya, sehingga ia belum dapat dikatakan sebagai seorang manusia.

Kemungkinan kedua, ia gugur pada usia 4 bulan (120 hari) ke atas, maka ruh telah ditiupkan padanya, sehingga ia sudah merupakan seorang manusia, dan hukumnya layaknya mayat umat Islam lainnya. Yakni ia wajib dimandikan, dikafani, disalatkan, kemudian dikuburkan.

Adapun letak penguburan seorang muslim, maka para ulama sepakat bahwa yang utama adalah menguburkannya bersama kaum muslimin lainnya di pekuburan muslim. Dan mereka juga sepakat bahwa seorang muslim tidak boleh dikuburkan di pekuburan orang kafir.

Adapun menguburkannya di rumah, atau pekarangan rumah, maka terkait hukumnya telah terjadi silang pendapat antara para ulama’. Ulama’ Hanafiyyah menghukuminya dengan makruh (lihat: Fath al-Qadiir), sedangkan Ulama’ Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah menghukuminya dengan mubah, hanya saja tetap lebih utama menguburkannya bersama kaum muslimin lainnya (lihat: Hassyiyah ad-Dasuuqi ala asy-Syarh al-Kabiir, Mugni al-Muhtaaj, Al-Majmuu’, dan Al-Mugni).

Pendapat yang kuat, –wal ilmu indaLlaah-, adalah pendapat pertama, bahwa hukum menguburkan mayat di rumah atau pekarangan rumah adalah makruh, sebagaimana demikian pendapat Ulama’ Hanafiyyah, sebagian Ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah (lihat: Al-Inshaaf dan Al-Furuu’), serta pendapat ini juga dipilih oleh Ibn Hajar (lihat: Fath al-Baarii) –rahimahumullaah jamii’an-.

Pilihan tersebut didasari hal-hal berikut:

Sabda Nabi –shallallaahu alaihi wa sallam-:

“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan…” [HR. Bukhari dan Muslim]

Ibn Hajar –rahimahullaah– mengatakan:

‘Hal itu –mengarahkan larangan tersebut kepada larangan dari menguburkan mayat di rumah- benar ditunjukkan oleh hadis ini, karena jika mayat-mayat terus dikuburkan di rumah, maka rumah tersebut suatu ketika akan menjadi layaknya kuburan, sehingga dimakruhkan untuk salat padanya…’ [Lihat: Fath al-Baari]

Kebiasaan Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam– menguburkan para sahabatnya bersama kaum muslimin di pekuburan mereka. Dan demikian seterusnya di zaman para sahabat, tabi’in, dan hingga hari ini. [Lihat: Majmuu’ Fataawa wa Rasaa’il Al-Utsaimiin]

Pemakaman di rumah dapat mengganggu ahli waris yang kemudian akan tinggal di rumah tersebut, dan dapat menimbulkan perasaan-perasaan tidak enak terhadap mereka, atau mempersulit mereka ketika hendak menjual rumah tersebut. [Lihat: Majmuu’ Fataawa wa Rasaa’il Al-Utsaimiin, Al-Mughni, dan At-Taaj wa al-Ikliil]

Pemakaman di rumah dapat menjadi perantara akan munculnya perbuatan-perbuatan yang Allah –azza wa jalla– haramkan, seperti berdoa padanya, ber-istigotsah, atau salat padanya. [Lihat: Majmuu’ Fataawa wa Rasaa’il Al-Utsaimiin]

Seorang yang dimakamkan di rumah akan kehilangan keutamaan doa umat Islam untuknya ketika mereka berziarah ke pekuburan kaum muslimin. [Lihat: Al-Mughni]

Dan beberapa alasan lainnya yang disebutkan oleh para ulama’.

Wallaahu ta’aala A’laa wa A’lam, wa-sh sholaatu wa-s salaamu alaa nabiyyinaa Muhammad. Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan anda.

****

Dijawab oleh Ustadz Ustadz Muhammad Afif Naufaldi (Mahasiswa Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/36144-hukum-mengubur-janin-di-pekarangan-rumah.html